Salafi Merasa Paling Benar Sendiri ?

salafySeringkali kita mendengar atau membaca di media, orang-orang yang membenci atau tidak paham akan dakwah salaf berkata: “Salafy merasa paling benar sendiri”. Bisa jadi tuduhan ini benar atau juga bisa salah. Sebelum menguraikan masalahh ini ada baiknya kita pahami dulu apa itu salaf, manhaj salaf, dan salafy.

Salaf secara bahasa maknanya adalah orang yang terdahulu yang telah mendahului kita dari kalangan bapak-ibu kita, kakek, nenek dan seterusnya. Dan salaf dimaksudkan dalam pembicaraan ini adalah salafus sholih (orang yang terdahulu yang sholih) yaitu maksudnya Rasululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dan para shahabatnya radhiyallohu ‘anhu-. Kemudian yang termasuk dalam kategori generasi salaf adalah tabi’in dan tabi’it tabi’in. Kenapa harus ada tambahan -shalih-nya? Sebab ada juga orang salaf yang tidak sholih di zaman Nabi -shallallohu ‘alaihi wa sallam. Bahkan jumlah mereka banyak dari kalangan musyrikin dan munafikin. Mereka ini keluar dari konteks pembahasan kita. Akan tetapi jika disebutkan secara mutlak kata ‘salaf’ maknanya adalah salafus sholih.

Lalu apa itu manhaj salaf? Manhaj adalah sebuah metode atau tata cara atau jalan yang ditempuh para salafus sholih dalam meniti dan menapaki Dien (agama) al-Islam ini. Baik dalam perkara akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan lain-lainnya. Manhaj mereka adalah sebaik-baik manhaj karena mendapat bimbingan langsung dari Rasululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam. Pada merekalah wahyu Al-Qur’an turun, mereka tahu kapan turunnya, di mana turunnya, atas peristiwa apa turunnya, dan apa tafsirnya telah dijelaskan secara langsung oleh Rasululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam-. Jika mereka menghadapi suatu permasalahan Alloh pun menurunkan wahyunya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Oleh karenanya mereka inilah sebaik-baik generasi sebagaimana yang disabdakan oleh Rosululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam.

خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونهم

Sebaik-baik manusia adalah generasiku (Para shahabat -radhiyallohu ‘anhum) kemudian setelahnya (tabi’in) dan setelahnya (tabi’it tabi’in) ” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya)

Perlu dipahami bahwa pujian Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam dalam hadits ini bukanlah karena kebaikan dunia dan harta-harta mereka, atau bentuk tubuh dan fisik mereka, akan tetapi pujian Rasululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam adalah karena bagusnya agama mereka, karena lurusnya Dien mereka dan karena shahihnya pemahaman mereka akan agama Islam yang Alloh ridhoi ini. Jadi, pujian dari Rasululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- kepada generasi terbaik ini bukanlah sekedar pujian belaka akan tetapi mengandung konsekwensi tazkiya / rekomendasi bagi generasi selanjutnya untuk meneladani mereka dalam urusan Dien.

Sebagaimana umumnya manusia, orang per orang diantara mereka bisa saja keliru dalam memahami Dien, bisa saja mereka terpeleset dalam suatu permasalahan akan tetapi ijma’ mereka adalah ma’sum dan manhaj mereka adalah ma’sum. Jika ingin lurus cara beragama kita hendaklah kita langkahkan kaki kita dimana kaki-kaki mereka melangkah. Menyelisihi langkah mereka adalah kesesatan.

Alloh telah banyak memuji mereka dalam ayat-ayat Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shollallohu’alaihi wa sallam akan lurusnya agama mereka yang karenanya harus kita jadikan suri teladan agar mendapatkan kecintaan Alloh dan keridhoanNya. Alloh ta’ala berfirman:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah 100)

Dalam ayat di atas disebutkan bahwa Alloh ta’ala telah meridhoi para shahabat dari kalangan muhajirin dan anshor, dan Alloh ta’ala juga akan meridhoi kepada generasi-generasi setelahnya yang mengikuti mereka dengan baik. Yang menjadi catatan disini adalah pada kata وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ (orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik). Kenapa perlu ada penekanan disini? Karena ada pula orang-orang yang tidak mengikuti mereka dengan baik, terkadang mengikuti mereka dalam suatu perkara akan tetapi menyelisihi mereka dalam perkara yang lain. Dan, bagi mereka yang mau mengikuti jejak langkah Rasululloh dan para shahabatnya dengan baik Alloh telah menjanjikan surga-surga yang mengalir sungai-sungai dibawahnya. Ini adalah sekuat-kuat dalil bahwa kita harus mengikuti generasi slafussholih.

Dalam ayat lain Alloh ta’ala berfirman:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ ۗ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.”. (QS Ali imron :110)

Ayat ini adalah pujian yang Alloh tujukan kepada para shahabat -radhiyallohu ‘anhum-. Mungkin ada yang berkata: “Bukankah lafadz dalam ayat ini umum kepada seluruh kaum muslimin bukan terbatas pada para shahabat Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam-?”. Perlu dipahami bahwa ayat ini turun pertama kali pada masa mereka, jadi yang menjadi mukhotob (objek pembicaraan) adalah mereka. Dan pujian ini memang layak untuk mereka karena kedaan mereka yang memang layak untuk mendapat pujian tersebut. Sejarah telah membuktikannya. Dan seandainya kita paksakan ayat ini untuk menghukumi kondisi umat Islam saat ini kuranglah sesuai dan nampak sekali ketidaksesuaiannya. Banyaknya sekte-sekte sesat yang jauh menyimpang dari jalannya salafussholih, banyaknya aliran-aliran dan ajaran-ajaran yang bertentangan dengan syariat Islam itu sendiri. Kemungkaran di tengah-tengah kaum muslimin bak air samudera yang tiada terbendung, baik kesyirikan, kebid’ahan, tahayul, khurofat, dan berbagai bentuk kemaksiatan yang disebabkan oleh fitnah syahwat dan syubhat tiap hari kita saksikan di depan mata kita. Sedangkan sedikit sekali yang melakukan perbaikan.  Apakah kondisi mereka ini layak disebut sebagai sebaik-baik umat?

Benar bahwa kaidah mengatakan bahwa ibrah (pelajaran) itu berdasarkan keumuman lafadz dan bukan karena kekhususan sebab. Kita akan menjadi sebaik-baik umat sebagaimana para shahabat -radhiyallohu ‘anhum- jika kita juga beramal sebagaimana amal mereka yaitu menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.

Alloh berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (QS An nisa: 115)

Yang perlu menjadi perhatian dalam ayat di atas adalah kalimat “…dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin…”. Siapakah orang mukmin yang dimaksudkan dalam ayat ini? Sebagaimana ayat sebelumnya, mukhotob ayat ini adalah para shahabat Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam karena orang mukmin yang ada saat wahyu ini turun adalah para shahabat -radhiyallohu ‘anhum-. Dan ini adalah dalil bahwa kita harus mengikuti jalannya para shahabat Nabi dalam menapaki Dien ini dan barang siapa yang menentang Nabi -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dan tidak mengikuti jalannya para shahabat maka Alloh akan biarkan dia leluasa dalam kesesatannya dan tempat kembalinya di akhirat kelak adalah siksaan Jahannam.

Alloh juga berfirman:

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنْتُمْ بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوْا ۖ وَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Maka jika mereka beriman sebagaimana imannya kalian, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS Al Baqarah:137)

Dalil yang jelas akan kebenaran manhaj salaf adalah dalam kalimat: “…Maka jika mereka beriman sebagaimana imannya kalian, sungguh mereka telah mendapat petunjuk…” sekali lagi bahwa lafadz “kalian” yang dimaksudkan di sini adalah para shahabat radhiyallohu ‘anhum sebagaimana penjelasan sebelumnya. Jadi barang siapa yang beriman sebagaimana keimanannya para shahabat maka mereka akan mendapat petunjuk dan jika berpaling dari keimanan mereka tentulah mereka berada dalam kesesatan.

Dan masih ada ayat-ayat dan hadits-hadits yang lain yang menjelaskan bahwa manhaj salaf adalah manhaj yang haq, manhaj yang terpelihara dari kesalahan, manhaj yang telah mendapatkan rekomendasi dari Alloh dan Rosul-Nya, manhaj yang akan menyelamatkan umat ini dari bara perpecahan dan permusuhan, manhaj yang akan mengantarkan kepada keridhoaan Alloh di dunia dan di akhirat. Setelah jelas bagi kita akan kedudukan manhaj ini maka tidak ada alasan bagi kita untuk mengikuti cara beragama yang menyelisihi cara beragamanya para salafussalih. Bahkan wajib bagi kita untuk mengikuti manhaj mereka.

Lalu, yang terakhir, apa itu salafy atau salafiyyun? Sebagaimana Syafiiyyun adalah nisbat bagi yang mengikuti Imam Syafi’i, maka salafy atau salafiyyun adalah nisbat bagi orang-orang yang berusaha mengikuti cara beragamanya para salafussholih. Dari sini nampak beda antara salafy dan salaf. Dan di sinilah orang awam kadang terpeleset dan jatuh pada pemahaman yang salah. Kalau kita katakan bahwa manhajnya para salaf adalah manhaj yang paling benar maka yang tertangkap dipersepsi orang awam adalah: “Orang salafy mengaku paling benar sendiri…”, padahal maksudnya adalah manhaj/metode/thoriqohnya para salafussholih yaitu Rasululloh -shollallohu ‘alaihi wa sallam- dan para shahabatnya -ridwanallohi ‘ajmain- adalah yang paling benar. Dan maksudnya bukanlah individu salafy tersebut merasa dirinya paling benar.

Mereka (salafy / salafiyyun) adalah orang-orang yang berusaha mengikuti jejak langkah generasi salaf, berusaha mengikuti akidah mereka, ibadah mereka, muamalah dan akhlak mereka. Merekalah yang berusaha memurnikan syariat ini agar selaras dengan apa yang datang dari para salafussholih. Dan mereka berusaha mendakwahi manusia agar kembali ke manhajnya para salaf.

Dan bagaimana pun mereka adalah manusia sebagaimana manusia pada umumnya yang terkadang lupa dan salah. Mereka bukanlah orang-orang yang maksum. Dan tidak bisa kita katakan mereka sudah sempurna mewakili para salafussholih dalam mengamalkan Dien ini -Allohu a’lam-. Akan tetapi, diakui atau pun tidak, merekalah yang lebih berilmu dan lebih dekat kepada kebenaran karena jalan yang mereka tapaki adalah jalannya para pengemban kebenaran yaitu Rosululloh dan para shahabatnya.

Allohu a’lam.

Leave a comment